Tuesday 22 April 2014

Dampak Dan Penanganan Kekerasan Seksual Pada Anak

Baru-baru ini public negeri ini kembali dikejutkan dengan adanya kasus kekerasan seksual di Jakarta. Kali ini kekerasan menimpa pada anak sekolah PAUD yang bersekolah di sekolahan bertaraf internasional, yang diduga kuat kekerasan seksaul dilakukan oleh penjaga kebersihan disekolah setempat, tak lama berita kekerasan seksual dijakarta terungkap muncul pula berita kekerasan seksual tersar lagi, kali ini terjadi didaerah Nagroe Aceh Darussalam, yang menimpa anak-anak sekolah dasar, dan diduga kuat kekerasan seksual (pencabulan) terhadap anak ini dilakukan oleh aparat penegak hukum (oknum polisi) poda NAD.

Ekploitasi seksual merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan anak-anak yang menjadi korban seksual, termasuk pornografi anak, child sex rings dan prostitusi anak. Meski kejadiannya dari dulu telah marak, tetapi saat ini semakin sering terdengar kasus pelecehan seksual terhadap anak.  Pelecehan seksual pada anak, membayangkannya saja sudah membuat para orang tua menjadi takut dan geram.  Namun, hal itu adalah kenyataan yang menakutkan dan tidak menyenangkan di dalam dunia yang tidak menentu ini harus dihadapi. Apalagi,  pengaruhnya atas anak-anak bisa menghancurkan psiokososial, tumbuh dan berkembangnya di masa depan. Menurut berbagai penelitian, korban pelecehan seksual adalah anak laki-laki dan perempuan berusia bayi sampai usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percaya

Mendengar berita yang muncul dimedia sungguh begitu memiriskan hati, betapa rentannya anak-anak dinegeri ini mendapatkan perilaku yang tidak manusiawi, bahkan kejadian seperti ini terjadi dilingkungan pendidikan, tragedi seperti ini harus menjadi perhatian kita semua, bahwa pentingnya kita semua, seluruh masyarakat, pemerintah dan stakeholder harus memperhatikan dan meningkatkan perlindungan terhadap anak.

Melalui artikel ini saya ingin berbagi pemahaman saya seputar kekerasan seksual terhadap anak serta dampak yang ditimbulkan serta bagaimana tndakan kita dalam menghadapi kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Pelecehan/ kekerasan seksual merupakan tindakan seksual yang tidak diinginkan oleh korban yang menimbulkan kerusakan baik itu kerusakan fisik maupun mental pada korban. Kerusakan mental yang ditimbulkan biasanya berupa rasa malu, rasa tak berdaya, rasa tidak aman, dan rasa tersakiti. Jika dipandang dari sudut pandang hukum, maka kategori usia bahwa korban disebut sebagai anak di bawah umur adalah apabila korban berusia kurang dari 18 tahun (mengacu pada Undang-undang No 1 tahun 1974  tentang Perkawinan dan Undang-undang Perlindungan Anak).

Ada dua jenis pelecehan seksual, yakni fisik dan verbal. Pelecehan seksual fisik ditandai dengan adanya sentuhan yang bersifat sensual yang tidak diinginkan oleh korban di area-area tubuh korban. Sedangkan pelecehan seksual verbal ditandai dengan kata-kata sensual (dapat berupa rayuan maupun komentar yang bersifat negatif) yang ditujukan kepada korban.

Faktor utama yang membuat anak rentan menjadi sasaran pelecehan seksual adalah adanya karakteristik kepribadian yang menyipang dari pelaku pelecehan seksual, pelaku kekerasan seksual biasanya sosok yang sangat normal secara kasat mata, sangat sulit membedakan dengan orang normal pada umumnya, namun bukan berarti tidak dapat diidenifikasi, selain karena faktor karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh pelaku pelecehan, karakteristik personal yang dimiliki korban juga biasanya dapat menjadi pemicu terjadinya pelecehan seksual. Karakteristik personal yang dimiliki korban antara lain, Penampilan fisik , di masa sekarang ini ada banyak anak yang pertumbuhan fisiknya lebih cepat dibanding teman seusianya, karena pengaruh hormon. Kemudian, anak yang berparas cantik atau tampan juga umumnya menarik perhatian pelaku. Penampilan fisik juga bicara mengenai cara berpakaian. Anak-anak yang berpakaian cukup terbuka akan cenderung menarik minat para pelaku pelecehan seksual.  

Prilaku, anak-anak yang mudah dekat dengan orang asing, dan tidak menolak jika disentuh (dipeluk, dibelai atau dipegang) oleh orang asing akan cenderung lebih mudah untuk menjadi korban pelecehan seksual. Anak tipe ini akan sulit menyadari bahwa dirinya sedang diperlakukan tidak baik oleh pelaku.
Selanjutnya adalah karakteristik kepribadian, anak-anak yang pasif, yakni anak-anak yang cenderung sulit menolak atau menghindar jika berhadapan dengan situasi yang tidak nyaman baginya, biasanya juga dapat menjadi korban pelecehan seksual. Anak tipe ini akan cenderung diam dan sulit memiliki inisiatif untuk mencari pertolongan secara aktif ketika pelecehan sedang terjadi.

Anak-anak dengan latar belakang keluarga miskin, terutama anak-anak jalanan, sangat rentan menjadi mangsa empuk para pria yang mengidap kelainan seksual ini. Dengan iming-iming uang maupun berbagai pemberian dari sang pelaku, banyak anak terkecoh dan akhirnya jadi korban. Tak jarang korban terpaksa melayani hasrat pelaku karena mendapat ancaman.

Krakteristik personal anak juga dapat menjadi salah satu factor anak seringkali menjadi korban pelecehan seksual atau mendaparkan prilaku kekerasan seksual. Seorang pelaku pelecehan seksual pada anak atau pemerkosa biasanya  sangat  lihai sehingga tidak akan memaksa korbannya. Sebaliknya, ia mungkin lebih suka merayu anak-anak secara bertahap. Mula-mula, ia memilih calon korbannya, sering kali anak yang kelihatan tidak berdaya dan penurut, dengan demikian secara relatif mudah dikendalikan. Kemudian, ia memberikan perhatian khusus kepada anak itu. Ia mungkin juga mencoba mendapatkan kepercayaan orang tuanya. Para pemerkosa sering kali mahir berpura-pura menaruh minat yang tulus kepada si anak dan keluarganya. Jika ia berhasil memperkosa si anak, ia sekarang ingin sekali memastikan bahwa si anak tidak menceritakannya kepada siapa-siapa. Ia mungkin menggunakan berbagai taktik, misalnya dengan mengancam, memeras, dan menyalahkan, atau mungkin dengan mengkombinasikan cara-cara itu.

Dengan mengenali taktik-taktik tersebut, sebagai orang tua dapat lebih siap untuk bertindak dalam hal mencegah terjadinya segala sesuatu. Misalnya dengan mengajrkan pada anak untuk tidak berbicara dan menghindar pada orang yang tidak dikenal atau bahkan mengajarkan untuk tidak keluar kemanapun sendiri tanpa ada yang menemani.
Dampak Pelecehan Seksual

Dampak psikologis pada korban biasanya tidak berbeda jika ditinjau dari jenis kelamin anak. Dampak akan terlihat berbeda jika ditinjau dari karakteristik kepribadian/ temperamen anak. Anak yang cenderung terbuka, mudah beradaptasi dan bermuatan energi positif akan cenderung lebih mudah pulih dari trauma mereka. Sedangkan anak-anak yang cenderung tertutup, sulit beradaptasi, bermuatan energi negatif dan  sensitif akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan upaya yang lebih besar untuk pulih dari trauma mereka. Selain karakteristik kepribadian, jenis kekerasan/ pelecehan seksual yang dialami juga memberikan dampak yang berbeda. Kekerasan/ pelecehan fisik biasanya meninggalkan trauma yang lebih besar dibandingkan kekerasan/ pelecehan verbal. Selain itu, frekuensi dan durasi terjadinya kekerasan/ pelecehan seksual juga berpengaruh terhadap dampak yang ditimbulkan. Semakin sering frekuensinya, atau semakin lama durasinya, maka trauma yang ditimbulkan pada anak juga semakin besar. Semakin besar trauma yang ditimbulkan, maka semakin panjang waktu pemulihan yang dibutuhkan.

Keadaan trauma yang ditimbulkan sebagai dampak dari kejadian pelecehan/ kekerasan seksual dapat terlihat dari perilaku korban. Seorang anak yang sedang dalam keadaan trauma biasanya menunjukkan adanya penurunan derajat aktivitas, penurunan minat sosialiasi, mengalami mimpi buruk, peningkatan perilaku cemas atau takut akan hal-hal yang sebelumnya tidak ia khawatirkan, bahkan kesulitan tidur. Jika hal tersebut tidak segera tertangani, maka anak tidak akan mampu menyesuaikan diri dan melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan usianya. Hal tersebut berdampak sangat besar dalam optimalisasi tumbuh kembang anak.
Tanggung Jawab orang tua

Tanggung jawab utama untuk melindungi anak-anak dari pelecehan ada pada orang tua, bukan pada anak-anak. Karena itu, orang tua harus terdidik sebelum bisa mendidik anak. Jika sobat orang tua, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui. kita perlu mengetahui ciri-ciri pelaku dan bagaimana modusnya. Orang tua sering membayangkan pelaku sebagai orang tak dikenal yang mengintai di kegelapan, mencari-cari cara untuk menculik dan memperkosa anak-anak. Orang jahat seperti itu memang ada. Media berita sering kali melaporkan tentang mereka. Namun, secara relatif mereka jarang ada. Dalam sekitar 90 persen kasus pelecehan seksual anak, pelakunya adalah orang yang sudah dikenal dan dipercaya oleh si anak.

Orangtua sulit untuk berpikir atau membayangkan bahwa manusia di sekitarnya yang dikenal baik seperti tetangga, guru, tenaga medis, pelatih olahraga, atau kerabat bisa berp[optensi melakukann pelecehan seksual pada anak. Dan, kebanyakan orang memang tidak begitu.  Padahal, sebagian besar pelakunya justru orang dekat yang dikenal anak atau keluarga. Memang seharusnya tidak perlu mencurigai setiap orang di sekitar. Namun, orangtua dapat melindungi anaknya dengan mengetahui karakteristik  seorang pelaku pelecehan.

Lalu bagaimana mengenal dan megetahui tanda dan gejala pelecehan seksual, gejala dan tanda seorang anak yang mengalami pelecehan seksual tidak selalu jelas. Ada anak-anak yang menyimpan rahasia pelecehan seksual yang dialaminya dengan bersikap manis dan patuh, berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian. Namun, jika tanda-tanda yang mencurigakan tampak pada anak dan terlihat terus-menerus dalam jangka waktu panjang, kiranya perlu segera mempertimbangkan kemungkinan anak telah mengalami pelecehan seksual. Tanda dan indikasi pelecehan seksual antara lain memar pada alat kelamin atau mulut, iritasi kencing, penyakit kelamin, dan sakit kerongkongan tanpa penyebab jelas bisa merupakan indikasi seks oral.

Dalam buku "The Miracle of Hug" tersebut, umumnya anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual akan mengalami perubahan prilaku yang drastis. Bila sebelumnya si anak sangat ceria dan senang bermain, dia mendadak bisa jadi anak yang pendiam, malas ke sekolah, dan punya ketakutan yang berlebihan. Perubahan psikis lainnya seperti sering mengigau, sering mengompol, dan takut gelap, kalau biasanya berani tidur sendiri, tiba-tiba jadi selalu minta ditemani.

Dalam berita KOMPAS pernah dipostingkan ada 3 gejala pertanda jika anak mendapatkan kekerasan seksual. Berikut ini adalah uraian mengenai peralihan perilaku anak dan tanda fisik pada anak yang menjadi korban pelecehan seksual:
  • Perubahan perilaku
Tidak sedikit anak yang takut dan ragu-ragu untuk memberi tahu orangtua ketika mereka mengalami kekerasan seksual. Namun sebenarnya, orangtua bisa mengamati dari polah dan perilaku anak sehari-hari.
Nah, beberapa perubahan sikap yang mengindikasikan si kecil  mengalami kekerasan seksual, di antaranya, adalah semangat ke sekolah tiba-tiba berubah menjadi rasa malas dan cenderung takut, penurunan prestasi sekolah, selalu merasa bersalah, dan menarik diri dari teman-temannya. Pada beberapa kasus, anak menunjukkan sikap lebih agresif dibanding sebelumnya.
Kemudian, perubahan psikis lainnya adalah bertingkah lebih manja dan semakin kekanak-kanakan, misalnya menghisap jempol, sering mengompol, takut gelap, dan mimpi buruk sambil berteriak-teriak.
Selain itu, jangan luput untuk memeriksa kondisi fisik anak. Sebab, dampak nyata dari pelecehan seksual pastinya meninggalkan “jejak” pada tubuh anak. Ketika anak mengeluh sakit secara fisik, apalagi di area tubuh intim mereka, jangan sesekali Anda menghiraukannya. Segera bertindak dan periksakan anak ke dokter!
  • Perhatikan tanda-tanda fisik
Seperti yang diuraikan di atas, tanda-tanda fisik adalah dampak nyata yang kasat mata. Meskipun begitu, tidak sedikit anak yang menutupi tanda-tanda kekerasan seksual pada tubuh karena takut dan tidak nyaman untuk menjelaskannya.
Maka dari itu, para orangtua harus memperhatikan kondisi fisik anak sehingga, saat ada perubahan fisik yang tak normal, hal itu bisa segera terdeteksi. Tanda paling jelas dan akurat adalah ketika saat anak buang air kecil, keluar cairan atau darah dari alat kelaminnya. Selain itu, cedera dan memar di sekitar kelamin juga merupakan tanda fisik nyata telah terjadinya kekerasan seksual pada anak. Perhatikan juga jika pergerakan tubuhnya saat sedang duduk dan berjalan, apakah terlihat aneh dan ganjil. 
  • Percaya pada naluri keibuan Anda
Jika Anda curiga si kecil mengalami kekerasan seksual, coba perhatikan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Bisa jadi dia ingin mengatakannya kepada Anda, tetapi takut, gugup, dan khawatir akan reaksi Anda. Intinya, dengarkan kata hati Anda sebab naluri seorang ibu nyaris jarang keliru. Ajak anak bicara dengan tenang dan santai. Berikan perhatian lebih dengan menyediakan camilan favoritnya. Kondisi yang kondusif membuat anak jadi lebih mudah bercerita, lebih terbuka, dan yang paling penting merasa aman di dekat Anda.

Peran keluarga dalam proses pencegahan dan pemulihan

Kesulitan yang umumnya dihadapi oleh pihak keluarga maupun ahli saat membantu proses pemulihan korban anak-anak dibandingkan dengan korban yang lebih dewasa adalah kesulitan dalam mengenali perasaan dan pikiran korban saat peristiwa tersebut terjadi. Anak-anak cenderung sulit mendeskripsikan secara verbal dengan jelas mengenai proses mental yang terjadi saat mereka mengalami peristiwa tersebut. Sedangkan untuk membicarakan hal tersebut berulang-ulang agar mendapatkan data yang lengkap, dikhawatirkan akan menambah dampak negatif pada anak karena anak akan memutar ulang peristiwa tersebut dalam benak mereka.

Oleh karena itu, yang pertama harus dilakukan adalah memberikan rasa aman kepada anak untuk bercerita. Biasanya orang tua yang memang memiliki hubungan yang dekat dengan anak akan lebih mudah untuk melakukannya. Setelah itu, berikan pertanyaan yang mudah dijawab dengan singkat dan tepat oleh anak, seperti misalnya, “Apakah bagian ini (tunjuk bagian tubuh anak) pernah dipegang orang lain?” Jika anak menjawab ya, tanyakan “Di mana? Rumah atau sekolah?” Setelah tahu lokasinya, baru orang tua menanyakan tentang “Siapa” dan “Kapan”.

Setelah mendapatkan informasi bahwa anak Anda mengalami pelecehan seksual, orang tua dapat menggali data melalui orang-orang yang ada di sekitar anak yang kemungkinan dapat dipercaya untuk memberikan informasi tambahan tentang peristiwa yang dialami anak. Orang tua juga sebaiknya segera membawa anak untuk berkonsultasi dengan tenaga ahli (psikolog, konselor, psikiater) yang biasa menangani anak-anak korban pelecehan seksual, untuk mendiskusikan mengenai kondisi anak pasca peristiwa pelecehan seksual terjadi. Sehingga, anak akan mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat untuk memulihkan kondisi psikologis anak akibat trauma yang ditimbulkan.

Peran lingkungan dalam proses pencegahan dan pemulihan

Saat ini upaya mengatasi kasus pelecehan seksual anak secara hukum telah ada undang-undang yang mengaturnya secara jelas. Yang masih kurang menurut saya adalah upaya pencegahan. Upaya pencegahan harus dilakukan secara komprehensif, artinya tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak (orang tua atau keluarga) saja, melainkan harus terintegrasi dengan pemerintah, lembaga kemasyarakatan, sekolah, tenaga profesional, dsb yang memang memiliki konsentrasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa upaya pencegahan yang efektif menurut saya adalah sebagai berikut:
  1. Memberikan pemahaman kepada anak mengenai jenis-jenis pelecehan seksual, dan menjelaskan kepada anak bahwa pelecehan seksual dalam bentuk apapun merupakan tindakan yang tidak baik dan melanggar peraturan. Serta, mengajarkan kepada anak mengenai hal-hal yang harus mereka lakukan jika menemukan adanya tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar mereka (misalnya: segera berlari ke tempat yang ramai, segera melapor kepada guru atau kepala sekolah, dsb). Poin a ini sebaiknya dilakukan oleh orang tua, sekolah, maupun pengajar di tempat ibadah.
  2. Melakukan seleksi dan rekrutmen yang lengkap dan dilakukan oleh tenaga ahli seperti psikolog, untuk mencegah kemungkinan adanya pelaku pelecehan seksual yang dipekerjakan di tempat-tempat yang banyak terdapat anak-anak (arena bermain, sekolah, day care, dsb).
  3. Memperlengkapi setiap sudut bangunan yang diperuntukkan bagi anak-anak, dengan kamera CCTV yang selalu terpantau agar kasus-kasus pelecehan seksual dapat terdeteksi dengan lebih cepat dan mudah.
Orang tua pun juga bisa mengalami trauma seumur hidup, seperti misalnya rasa bersalah. Karena itu, orang tua yang terlihat kuat dalam mendampingi anaknya sekalipun pada akhirnya akan mencapai titik terendah. Kalau sudah tidak kuat, perlu ada pendampingan dan konseling bagi orang tuanya secara terpisah.

Lalu bisakah anak sembuh dari trauma mereka? Setidaknya ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi bila trauma psikis yang dialami anak akibat kekerasan seksual yang menimpanya diabaikan. Pada anak perempuan, ia bisa memandang kejadian yang menimpanya sebagai sebuah keterlanjuran, yang akhirnya mendorongnya untuk memanfaatkan kondisinya untuk mencari nafkah dengan cara menjajakan diri sebab anak korban kekerasan seksual memang lebih banyak yang berasal dari golongan ekonomi bawah. Atau bisa juga, karena terjadi berulang-ulang, anak akhirnya turut menikmati perbuatan yang dilakukan atas dirinya. Kalau sudah begitu, anak akan ketagihan dan melakukannya dengan orang lain atas dasar suka sama suka. Ujung-ujungnya ia bisa menjadi pelaku seks bebas.

Bila dampak kekerasan seksual pada anak perempuan sudah sedemikian besarnya, dampaknya pada anak lelaki bisa jauh lebih mengerikan. Selain potensi membalas dendam kepada pelaku kekerasan seksual terhadap dirinya lebih besar dalam diri anak lelaki, hal tersebut juga menimbulkan penyimpangan sosial dalam masyarakat.

Trauma dapat disembuhkan namun tidak dapat dilupakan. Artinya adalah, kita tidak mungkin membuat seseorang lupa 100% dengan apa yang pernah ia alami, apalagi jika peristiwa tersebut memberikan kesan yang mendalam bagi dirinya. Penanganan yang dilakukan bukan bertujuan agar anak lupa bahwa ia pernah mengalami hal tersebut, melainkan agar anak tetap dapat beraktivitas sesuai dengan usia dan kemampuannya, meskipun ia masih mengingat peristiwa pelecehan yang ia alami.

Menghilangkan trauma pastinya bukan hal yang mudah, apalagi penyebabnya adalah kekerasan seksual, yang membuat perempuan menjadi ternoda dan bahkan ada yang kehilangan keperawanannya. Namun demikian bukan berarti hal ini tidak bisa diatasi. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan trauma tersebut.
  1. Psiko terapi : Jenis psikoterapi yang bisa diterapkan yaitu terapi kognitif, hypnosis dan perilaku. Klien didorong untuk untuk merasa lebih rileks, menggunakan meditasi jika diperlukan. Selain terapi individual juga dapat dilakukan terapi kelompok dan terapi keluarga. Keuntungan terapi kelompok adalah klien bisa berbagi pengalamannya dan mendapatkan dukungan dari klien lain sekelompok yang memiliki pengalaman atau penderitaan yang sama. Sedangkan pada terapi keluarga, klien akan merasa didukung dan diayomi oleh keluarganya. Keluarga adalah orang terdekat, yang sering berinteraksi bersama, dukungan dari keluarga akan sangat ampuh mengobati trauma korban.
  2. Farmakologi : Selain melalui terapi, bisa menggunakan farmakologi atau obat-obatan. Penggunaan obat-obatan juga dinilai mampu meringankan dan menghilangkan trauma yang diderita korban. Akan tetapi tidak bisa terus-terusan menggunakan obat. Karena ketergantungan dengan obat juga tidak baik.
Yang paling penting dari itu semua ialah merubah sikap yang cenderung negatif. Lebih terbuka kepada orang lain dan bergaul dengan lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian pemikiran negatif kepada laki-laki karena menganggap laki-laki sama. Karena ternyata tidak semua laki-laki seperti itu.
Setelah Anda dapat menerimanya dengan ikhlas dan menjadikan pengalaman ini sebagai masa lalu, Insya Allah hati dan perasaan akan terbuka untuk pengalaman dan interaksi yang baru. Dan dapat memfokuskan diri untuk meraih masa depan yang lebih cerah

Faktor yang berperan penting dalam proses pemulihan adalah dukungan dan penerimaan yang diberikan oleh lingkungan sosial. Ketika orang tua, guru, teman, dsb tetap mengajak anak berinteraksi, anak merasa bahwa dirinya masih berharga meskipun telah mengalami hal yang tidak menyenangkan. Selain itu, anak juga harus dijauhkan sementara dari topik-topik maupun tempat-tempat yang akan memunculkan reaksi-reaksi trauma (menangis, berteriak, menarik diri, ketakutan, dsb).

Dan diakhir postingan ini saya ingin menyerukan kepada kita semua, terutama kepada orang tua, bahwa jangan diam ketika kita melihat dan atau keluarga kita menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual, laporkan segera pelaku yang melakukan tindakan tersebut, agar bisa memberikan efek jera kepada siapapun yang melakukan dan atau berniat melakukan tindakan pelecehan/kekerasan seksual pada anak, dengan kita diam sama saja kita melanggengkan penjahat anak dan menciderai hati korban kekerasan. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita, dalam postingan ini juga saya akan lampirkan undang-undang yang mengatur tentang hak dan perlindungan terhadap anak, undang-undang bisa didapat melalui link dibawah.

Semoga postingan Dampak Dan Penanganan Kekerasan Seksual Pada Anak ini saya sharekan, semoga bermanfaat.

0 comments:

Post a Comment