Mengunjungi Bali tidak
melulu menikmati keindahan pantai, upacara adat, atau tarian tradisional. Ada
sisi lain dari Bali yang kini diakui dunia sebagai Warisan Budaya Dunia oleh
UNESCO pada Juni 2012 (baca : Indonesia Mempunyai Situs Warisan Dunia Terbanyak Di Asean),
yaitu subak. Subak merupakan salah satu sistem kemasyarakatan adat Bali yang
khusus mengatur sistem pengairan sawah (irigasi) dan ini tidak kalah menarik
untuk disimak. Dalam kesempatan kali ini saya akan merangkum Keistimewaan DanKeunikan Sistem Irigasi Subak Di Bali sobat, mari kita simak.
Sistem
subak merupakan suatu warisan budaya Bali yang berupa
suatu sistem irigasi yang mengatur pembagian pengelolaan airnya yang
berdasarkan pada pola-pikir harmoni dan kebersamaan yang berlandaskan pada
aturan-aturan formal dan nilai-nilai agama.
Subak
adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah
yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya
memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus
dibangun oleh para pemilik lahan dan petani yang diperuntukkan bagi dewi
kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang
pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali. Latar belakang
didirikannya organisasi ini beberapa ribu tahun yang lalu karena lingkungan
topografi dan kondisi sungai-sungai di Bali yang curam. Hal ini menyebabkan
sumber air pada suatu komplek persawahan petani umumnya cukup jauh dan
terbatas.
Untuk dapat menyalurkan
air ke sebuah kompleks persawahan, mereka harus membuat terowongan menembus
bukit cadas. Kondisi inilah yang menyebabkan para petani Bali menghimpun diri dan
membentuk organisasi Subak. Subak dipimpin oleh seorang Kelian Subak atau
Pekaseh yang mengoordinasi pengelolaan air berdasarkan tata tertib (Bahasa
Bali: awig-awig) yang disusun secara egaliter.
Saat irigasi berjalan
baik, mereka menikmati kecukupan air bersama-sama. Sebaliknya, pada saat air
irigasi sangat kecil, mereka akan mendapat air yang terbatas secara
bersama-sama. Jadwal tanam dilaksanakan secara ketat. Waktu tanam ditetapkan
dalam sebuah kurun tertentu. Umumnya, ditetapkan dalam rentang waktu dua
minggu. Petani yang melanggar akan dikenakan sanksi. Untuk memperoleh
penggunaan air yang optimal dan merata, air yang berlebihan dapat dibuang
melalui saluran drainasi yang tersedia pada setiap komplek sawah milik petani.
Beberapa tahun yang
lalu, revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi
tradisional, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para
petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani
lainnya. Metode yang baru pada revolusi hijau ini pada awalnya menghasilkan
hasil panen yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala
seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun
di air.
Subak telah dipelajari
oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum
tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura-pura di
Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh
orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali
untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia
membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.
Keunikan Sistem Irigasi
Subak Di Bali
Sistem Subak memiliki
karakteristik unik apabila dibandingkan dengan sistem tradisional lainnya,
yaitu selalu memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul yang
khusus dibangun oleh para petani untuk memuja Tuhan. Keberadaan pura-pura ini
sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih para petani yang ditujukan untuk
memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan YME sebagai dewi kemakmuran dan
kesuburan.
Dengan selalu
mengutamakan pola-pikir harmoni dan kebersamaan yang berlandaskan pada
aturan-aturan formal dan nilai-nilai agama diharapkan sistem irigasi
tradisional subak ini dapat membendung pengaruh luar untuk menjaga
eksistensinya di masa yang akan datang.
Museum Subak terdiri
dari dua bagian. Ada museum induk dan museum terbuka. Di museum induk ada
bangunan atau kompleks suci dengan Padmasana, Bedugul dan lain-lainnya. Tata
ruang dan tata letak bangunan disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya dengan
tetap berpegang pada pembangunan tradisional : Tri Mandala, Tri Angga dan Asta
Kosala Kosali. Sedangkan museum terbuka berwujud “Subak Mini” yang dipakai
sebagai peragaan kegiatan subak, dari sistem irigasi hingga proses kegiatan
petani di sawah.
Didalam kompleks
terdapat ruang pameran, ruang audio visual, ruang belajar, fasilitas
penginapan, perpustakaan, kantor dan miniatur sistem irigasi. Museum ini
diresmikan mantan Gubernur Bali, Prof Dr Ida Bagus Mantra tanggal 13 Oktober
1981. Berdirinya museum ini digagasi oleh I Gusti Ketut Kaler, pakar adat dan
agama yang waktu itu menjabat Kanwil Departemen Agama Propinsi Bali. Ia melihat
perlu adanya lembaga adat Subak yang berupaya melestarikan warisan luhur budaya
bangsa sejak abad XI ini. Upaya itu akhirnya terwujud.
Pada mulanya disebut
“Cagar Budaya Museum Subak”.Museum ini merupakan museum khusus tentang sistem
pertanian di Bali berciri khas kemandirian atas landasan kekal “Tri Hita
Krana”, tiga penyebab kebahagiaan (Tuhan, manusia dan alam). Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dikhawatirkan akan berpengaruh
pula terhadap kehidupan Subak.
Untuk itu upaya
melestarikan Subak beserta peralatan tradisional Bali termasuk di dalamnya
bangunan rumah petani tradisional yang mengikuti aturan pembangunan asta bumi
dan asta kosala-kosali, tata ruang, tata letak menurut tradisi masyarakat di
Bali perlu digalakkan. Disamping menyelamatkan, menggali, mengamankan dan memelihara
berbagai benda yang berkaitan dengan subak dan menyuguhkan berbagai informasi,
pendidikan dan dokumentasi tentang Subak, Subak ini ternyata menjadi objek
wisata yang menarik.
Sistem Irigasi
Subak adalah suatu
masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosioagraris-religius, yang
merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah.
Pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyatakan dalam peraturan-daerah
pemerintah-daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972. Pada perkembanganya ada
beberapa tokoh yang memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius
dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut
berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya
menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian, dan teknis irigasi.
Subak sebagai suatu
sistem irigasi merupakan teknologi sepadan yang telah menyatu dengan
sosio-kultural masyarakat setempat. Kesepadan teknologi system subak
ditunjukkan oleh anggota subak tersebut melalui pemahaman terhadap cara
pemanfaatan air irigasi yang berlanadaskan Tri Hita Karana (THK) yang menyatu
dengan cara membuat bangunan dan jaringan fisik irigasi, cara mengoperasikan,
kordinasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pekaseh
(ketua subak), bentuk kelembagaan, dan informasi untuk pengelolaannya. Sistem
subak mampu melakukan pengelolaan irigasi dengan dasar-dasar harmoni dan
kebersamaan sesuai dengan prinsip konsep THK, dan dengan dasar itu sistem subak
mampu mengantisipasi kemungkinan kekurangan air (khususnya pada musim kemarau),
dengan mengelola pelaksanaan pola tanam sesuai dengan peluang keberhasilannya.
Selanjutnya, sistem subak sebagai teknologi sepadan, pada dasarnya memiliki
peluang untuk ditransformasi, sejauh nilai-nilai kesepadanan teknologinya
dipenuhi.
Sementara itu, untuk
mengatasi masalah kekurangan air yang tidak terduga, mereka melakukannya dengan
cara-cara seperti:
- Saling pinjam meminjam air irigasi antar anggota subak dalam satu subak, atau antar subak yang sistemnya terkait.
- Melakukan sistem pelampias, yakni kebijakan untuk memberikan tambahan air untuk lahan sawah yang berada lebih di hilir. Jumlah tambahan air ditentukan dengan kesepakatan bersama.
- Melakukan sistem pengurangan porsi air yang harus diberikan pada suatu komplek sawah milik petani tertentu, bila sawah tersebut telah mendapatkan tirisan air dari suatu kawasan tertentu di sekitarnya.
- Jika debit air irigasi sedang kecil, petani anggota subak tidak dibolehkan ke sawah pada malam hari, pengaturan air diserahkan kepada pengurus Subak.
Uniknya, sistem
pengairan Bali (subak) tidaklah ditetapkan atas perintah raja, melainkan
diinisiasi penduduk desa melalui koperasi desa, yang disebut "subak".
Petani sangat tergantung pada sistem irigasi ini. Di lingkup terkecil, setiap
petani adalah anggota dari subak yang sawahnya mendapat suplai air dari
bendungan tertentu. Kepala Subak, yang disebut Klian Subak dipilih oleh
anggotanya.
Dalam subak yang lebih
besar yang disuplai oleh sebuah kanal, tingkat terendah disebut tempek.
Subak-subak tersebut akan terhubung dengan pura gunung atau pura masceti yang
menjadi bagian dari salah satu dari dua candi danau. Dua candi danau yang
dimaksud adalah Pura Batu Kau yang mengkoordinasikan irigasi di Bali Barat dan
Pura Ulun Danau yang mengkoordinasi irigasi di Utara, Timur dan Selatan Bali.
Pura danau tersebut
akan menyelenggarakan festival setiap 105 hari, itu terkait 105 hari musim
menanam padi di Bali. Siklus ini juga menentukan waktu membuka dan menutup
saluran air guna memastikan bahwa air dialokasikan secara efisien dan adil.
Akan tetapi, setiap anggota subak biasanya mengadakan pertemuan untuk
memutuskan waktu tanam. Petani kemudian mulai menanam secara berturut-turut
setelah setiap 10 hari.
Di Indonesia, khususnya
di Jawa dan Bali, beras atau nasi adalah makanan pokok. Beras juga merupakan
bagian penting dari upacara sosial dan keagamaan. Tidak mengheranan, budaya
masyarakat adat ini tidak hanya di Bali tapi juga ada di Jawa dan pulau
penghasil beras lainnya, terutama yang mengenal Dewi Sri sebagai Dewi Padi.
Budaya subak Bali
merupakan manifestasi luar biasa petani Bali. Tradisi pengairan sawah ini
menggabungkan nilai-nilai tradisional suci dengan sistem kemasyarakatan yang
terorganisasi. Subak juga merupakan manifestasi dari Tri Hita Karana, sistem
kosmologis Bali yang sebagian besar masyarakatnya menganut ajaran Hindu. Hal
tersebut merupakan refleksi nyata dari keyakinan masyarakat Bali yang berakar
pada konsep kesadaran bahwa manusia harus selalu menjaga hubungan yang harmonis
antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama manusia, dan antara manusia dan
alam dalam kehidupan sehari-hari.
Subak di Bali
menggambarkan kemampuan masyarakat adatnya menerjemahkan sistem kosmologis
mereka dalam kehidupan nyata sehari-hari. Hal itu menjadi tercermin dalam
perencanaan dan pemanfaatan lahan, penataan pemukiman, arsitektur, upacara dan
ritual, serta seni dan juga organisasi sosial. Implementasi konsep tersebut
juga terbukti menciptakan pemandangan alam yang mengagumkan dan memiliki nilai
budaya tinggi.
Demikian sobat
informasi yang saya rangkum tentang Keistimewaan Dan Keunikan Sistem Irigasi Subak Di Bali, system subak kaya akan makna dan nilai kebudayaan sobat, tak
heran kemudian dimasukkan dalam salah satu situs warisan dunia sobat, semoga
informasi ini bermanfaat.
Sumber :
http://membacafirst.wordpress.com/
0 comments:
Post a Comment